Berita Terkini - Nasib seorang korban pembegalan di Summarecon Mal Bekasi yang membacok pelaku pembegalan mempunyai nama Aric Saipulloh sampai tewas, masih belum jelas. Kepolisian belum menilai apakah SATO jadi terduga atau tidak.
Kapolres Metro Bekasi Kota Kombes Pol Indarto menjelaskan ada dua permasalahan yang bertolak belakang dalam satu peristiwa ini. Pertama
upaya pembegalan yang dilaksanakan Aric dan Indra (kini telah ditahan dan
dijadikan tersangka). Kedua, "kasus sebab melawan yang menyebabkan [pelaku] meninggal."
"Statusnya [SATO] kini masih jadi saksi. Hasil gelar
perkara kemarin itu dibutuhkan saksi berpengalaman pidana," kata Indarto
untuk Tirto, Senin (28/5/2018).
Keterangan saksi berpengalaman pidana diperlukan untuk
merekomendasikan apakah perbuatan SATO melanggar hukum atau tidak. Mereka
butuh meyakinkan perbuatan SATO membacok Aric sebagai "pembelaan
terpaksa" atau bukan. Apabila tergolong pembelaan terpaksa, polisi bakal langsung melepasnya cocok Pasal 49 KUHP.
Pasal 49 KUHP berbunyi, (1) "Tidak dipidana, barang
siapa mengerjakan perbuatan pembelaan darurat untuk diri sendiri maupun guna orang lain, kebesaran kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain,
sebab ada serangan atau ancaman serangan yang paling dekat pada saat tersebut yang melawan hukum."
"Kalau berpengalaman mengatakan tersebut kasus bela
paksa, berarti yang terkait tidak dapat dipidana. Tapi bila nanti
berpengalaman mengatakan tersebut tidak masuk kelompok bela paksa, maka dia
bakal jadi tersangka," kata Indarto.
Rabu (23/5/2018) malam selama pukul 22.00, SATO bareng Ahmad Rofiki berhenti di Jembatan Layang Summarecon Bekasi. Mereka memarkir
sepeda motornya di bahu jalan jembatan layang guna bersantai laksana anak-anak baru gede pada umumnya.
Tidak lama kemudian, Aric dan Indra menghampiri. Mereka
berjuang menjambret telepon genggam korban dengan bermodalkan celurit.
Apes untuk pelaku. SATO , alih-alih takut, malah melawan.
Perkelahian yang tidak imbang terjadi. Aric berjuang membacok SATO yang melulu bersenjatakan tangan kosong.
Namun celurit Aric sukses direbut. Keadaan berbalik: korban
membacok Aric. Dan kena.
Indra mundur dengan membawa Aric yang berlumuran darah ke
lokasi tinggal sakit. Aric tak tertolong. Ia tewas di jalan sebab kehabisan
darah.
Pihak kepolisian turun dalam insiden tersebut. Semula,
polisi dikabarkan memutuskan SATO sebagai tersangka.
"SATO ketika ini dijerat dengan pasal 351 KUHP dengan
ancaman penjara maksimal tujuh tahun," kata Kasat Reskrim Polrestro Bekasi
Kota AKBP Jairus Saragih, di Bekasi, Jumat (25/5/2018) sebagaimana dilansir dari Antara.
Pemberitaan tersebut ditentang oleh Indarto. Ia mengakui
ada kekeliruan informasi dan telah diklarifikasi. "Salah itu," kata
Indarto singkat.
Indarto menegaskan mereka bakal segera menyelesaikan
permasalahan ini sesegera mungkin. "Secepatnya," katanya.
Pelaku Bisa Dibebaskan Bisa Di Hukuman Lama Hingga Hukuman Mati
Ahli pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar,
memandang SATO mesti dibebaskan.
Katanya, seseorang dapat dipidana bilamana memenuhi empat
kriteria: ada tindakan pidana yg dilaksanakan oleh pelaku; pelaku bisa dipersalahkan (ada motif), yakni pelaku melakukannya dengan sengaja (dolus)
atau kelengahan (culva); bisa dipertanggung jawabkan (bukan anak kecil atau
tidak sakit jiwa); dan tidak ada dalil pemaaf. Fickar menyaksikan tidak
seluruh unsur terpenuhi.
"Dalam konteks peristiwa Bekasi, korban penyamun telah
mengerjakan pembunuhan sebab membela diri, dengan kata lain tiga bagian syarat dipidana terpenuhi, namun unsur keempat tidak," kata Fickar untuk Tirto.
Alasan pemaaf dalam hukum pidana ditata dalam KUHP pasal 42
hingga 46. Pasal itu di antaranya menyatakan bahwa orang tidak dapat dipidana sebab adanya paksaan, tekanan, dan ancaman yang tidak dapat dihindari.
Meski begitu, andai kemudian ditemukan bukti permulaan yang
cukup, polisi dapat saja memutuskan SATO sebagai tersangka.
"Namun demikian menurut azas efektivitas dan efisiensi
seharusnya korban penyamun tidak diputuskan sebagai tersangka. Secara yuridis
telah terbukti bila korban ialah pelaku kejahatan, dan kalaupun diangkut ke pengadilan pelaku akan dicungkil karena ada dalil pemaaf," jelasnya.
Pendapat Fickar pun sama dengan berpengalaman pidana beda dari Universitas Islam Indonesia, Muzakkir. Menurutnya Pasal 49 yang dapat
membetulkan tindakan SATO memang diciptakan dalam rangka upaya negara
mengayomi warganya.
Negara, kata Muzakkir, idealnya mengayomi masyarakat dari
segala ancaman. Namun tidak seluruh ancaman dapat ditangani langsung
sampai-sampai negara menyerahkan perlindungan untuk warga untuk mengayomi dirinya sendiri dari ancaman.
Muzakkir pun memberi daftar khusus tentang pembelaan diri
dengan memberi misal sederhana. Pemilik mangga yang memasang perangkat setrum
di pohonnya dan menyebabkan seorang pencuri meninggal dunia dapat dikenai
pidana sebab menghilangkan nyawa orang tanpa diserang.
Dari permasalahan ini ia hendak mengatakan bila pembelaan diri tidak dapat serta merta dilakukan. Harus ada bagian yang
memaksa seseorang bertindak.
"Tapi bila dia duel saat harta kekayaan dirampok,
duel gitu yang menciptakan pelakunya mati, tersebut boleh. Itu dengan kata
lain melakukan pembelaan diri. Kalau yang terjadi seperti tersebut dia dapat dibebaskan," tegas Muzzakir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar