Berita Indonesia - Kejadian Bom Pada Tanggal 13-14 Masih Mengundang Kesedihan Bagi Warga Surabaya,
Sejumlah anak ikut dilibatkan dalam aksi pengeboman tiga gereja di Surabaya yang dilaksanakan satu family dengan korban masyarakat berjumlah 12 orang, termasuk pun anak-anak.
Sejumlah anak ikut dilibatkan dalam aksi pengeboman tiga gereja di Surabaya yang dilaksanakan satu family dengan korban masyarakat berjumlah 12 orang, termasuk pun anak-anak.
Firman, 15 tahun, dan kakaknya, Yusuf, 17 tahun, ikut
dilibatkan dalam meledakkan bom dengan korban antara beda Evan, 11 tahun, dan
adiknya, Nathanael.
Firman Halim, dilafalkan sebagai ketua OSIS sewaktu ruang
belajar dua SMP dan tidak jarang kali masuk peringkat tiga besar di
kelasnya.
Dia tak suka matematika, dan sangat suka latihan biologi.
Seperti anak-anak lainnya, Firman suka bermain game, dan aktif memakai media
sosial.
Firman juga dilafalkan rajin salat berjamaah ke masjid,
namun pada hari Minggu pagi 13 Mei 2018, dia pergi ke gereja.
Dengan memangku bom kotak, Firman dan kakaknya, Yusuf,
berboncengan dengan sepeda motor ke Gereja Santa Maria Tak Bercela di Jalan
Ngagel Madya, Surabaya.
Sementara tersebut Vincencius Evan, 11 tahun, pun tiba di
Gereja Santa Maria Tak Bercela, yang berjarak melulu 1,2 kilometer dari
lokasi tinggalnya.
Turun dari mobil ayahnya, Vincencius menggandeng tangan
adiknya, Nathanael (8 tahun).
Firman dan Yusuf meledakkan diri. Vincencius dan Nathanael
terhempas sebab ledakan. Keempatnya meninggal dunia.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy
mengatakan, seluruh anak yang tewas ialah korban.
"Anak-anak ini semuanya saya kira korban. Ada yang
korban, menjadi sasaran, terdapat yang korban keterpengaruhan orang
tuanya," kata Muhadjir.
Berikut ini anak-anak yang tewas sebab ledakan dalam
tragedi dua hari, 13 dan 14 Mei 2018:
Vincentius Evan (11 tahun) - kakak Nathanael
Vincencius Evan baru saja ikut ujian SD.
Bom meledak saat Evan dan adiknya berkeinginan memasuki
gereja. Ayah kedua anak tersebut sedang memarkir mobil. Ibunya pun terluka.
Ditulis oleh Grid.id, saksi menyatakan bahwa Evan
menggandeng adiknya sesudah turun dari mobil, dan bahkan sempat berjuang melindungi adiknya dari serpihan ketika terjadi ledakan.
Dia meninggal di lokasi tinggal sakit sebab luka bakar,
luka sebab serpihan logam, pendarahan dalam dan benturan.
Nathanael (8 tahun) - adik Vincencius Evan
Nathanael duduk di ruang belajar dua SD.
Anak delapan tahun tersebut kehilangan tidak sedikit darah
dampak luka-lukanya, tetapi sempat bertahan belasan jam. Dia meninggal hari
Minggu (15/05) malam, sesudah operasi amputasi kaki kanannya.
Yusuf Fadhil (17 tahun)
Yusuf Fadhil bermunculan 25 November 2000, dia ialah anak
tertua Dita, ayah dari empat anak yang dilafalkan ikut dalam pengeboman
bareng ibu mereka.
Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini, mengatakan melewati siaran pers, di antara anak Dita pernah ditanya apa cita-citanya. "Dia menjawab,
hendak mati syahid."
Anak tersebut juga menampik upacara bendera dan latihan Pancasila.
Namun Risma tidak menjelaskan, siapa anak yang mengaku hal
tersebut.
Firman Halim (15 tahun)
Firman Halim bermunculan 13 Oktober 2002, anak kedua Dita.
Dalam salah satu potret Puji, ibu Firman, di Facebook, anak
15 tahun tersebut berkomentar "Buk, Kamis pulangnya bawa es krim lho,
tidak boleh lupa ya!"
Facebooknya dipenuhi dengan posting berhubungan game,
pistol, pun lagu I Don't Wanna Live Forever yang dinyanyikan ulang oleh Gen
Halilintar. Dia berkelakar dengan teman-temannya, dan merundingkan acara
sekolah.
Tribun Jatim mewawancarai guru Firman yang menyatakan bahwa
Firman ialah ketua OSIS waktu ruang belajar dua SMP, tidak jarang kali masuk tiga besar di kelasnya. Dia tak suka matematika, dan sangat suka
latihan biologi.
Fadhila Sari (12 tahun)
Fadhila Sari bermunculan 4 Januari 2006 dan masih duduk di
ruang belajar enam SD, anak ketiga pasangan Dita dan Puji.
Dengan bom terbelenggu di perutnya, Fadhila bareng adiknya, Famela, disuruh ibunya meledakkan diri di Gereja Kristen Indonesia
Jalan Diponegoro. Ketiganya meninggal dengan perut rusak. Tidak terdapat korban beda yang meninggal dampak bom bunuh diri mereka.
Famela Rizqita (8 tahun)
Famela baru berumur delapan tahun, ruang belajar dua SD,
sebaya dengan Nathanael.
Anak keempat Dita dan Puji ini dikenal sebagai anak periang,
tidak pernah murung di sekolah. Tidak pernah konflik dengan temannya, dan ikut
hendak sekali saat membicarakan tolerensi beragama.
Dengan bom di pinggangnya, Famela disuruh ibunya meledakkan
diri di Gereja Kristen Indonesia, Jalan Diponegoro Surabaya.
LAR (17 tahun)
LAR ialah anak kedua Anton Ferdiantono, teroris yang
ditembak polisi di Rusun Wonocolo, Sidoarjo.
Polisi tiba sebab terdengar suara ledakan, yang menewaskan
LAR dan ibunya, Puspita Sari, di lokasi tinggal mereka, sepertinya sebab tak
sengaja. Dua adiknya selamat.
Berdasarkan keterangan dari Kapolda Jatim Irjen Machfud
Arifin, tiga anak Anton Ferdiantono tidak bersekolah.
"Orang tuanya mendoktrin, bila ditanya orang, anda sekolahnya home schooling."
Padahal, sebetulnya mereka tidak diajari apa-apa di
samping dikungkung di lokasi tinggal dan didoktrin pemahaman radikal.
Hanya satu anak yang sekolah, sebab anak kesatu itu tinggal bareng neneknya.Muhammad Dafa Amin Murdana (18 tahun)
Dafa bareng dua adiknya dan kedua orang tuanya Tri Murtiono
dan Tri Ernawati, mengemudikan dua sepeda motor, Senin (14/05) pagi. Mereka
meledakkan diri di tempat pengecekan masuk Mapolrestabes Surabaya, Senin pagi.
Berdasarkan keterangan dari polisi, anak-anak diberi
tontonan video jihad secara berkala. Ketiga keluarga tersebut satu jaringan
dan rutin muncul pengajian di lokasi tinggal Dita.
Kumparan mewawancarai ketua RT lokasi tinggal nenek Dafa.
Dafa dikenal sebagai anak yang pintar.
Dafa baru saja lulus dari SMA, di di antara sekolah negeri
unggulan di Surabaya.
Muhammad Dary Satria Murdana (14 tahun)
Bom meledak dua kali, dalam waktu nyaris bersamaan.
Kemungkinan besar, setiap motor membawa bom.
Dafa, Dary,Tri Murtiono dan Tri Ernawati, tewas. Adik
mereka, AIS, terlempar dan selamat.
Tetangga mereka mengisahkan bahwa Dari suka bersepeda. Dia
dikenal sebagai anak yang pintar dan tidak pernah mengindikasikan kejanggalan.
Anak-anak yang selamat
Selain semua korban yang tewas, korban lain ialah anak-anak yang selamat dari ledakan bom yang dirancang orang tua mereka.
Mereka ialah anak pelaku bom di Sidoarjo (Tri Murtiono dan
Tri Ernawati) dan terdapat satu anak lainnya ketika kejadian bom di
Polrestabes Surabaya.
Mereka bakal diberi pendampingan dan deradikalisasi.
"Pendampingan ini dilakukan oleh Polda Jatim dengan
menemani yang terkaitdengan psikolog anak dan pemerhati anak," kata
Kabid Humas Polda Jawa Timur Kombes Frans Barung Mangera ketika jumpa pers di
Markas Polda Jawa Timur, Selasa (15/05).
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus